Minggu, 16 Juni 2013

PT KAI, Pahami Pancasila!

BANDARLAMPUNG – Kritik terhadap kebijakan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Subdivre III.2 Tanjungkarang terus mengalir. Kali ini, Wakil Ketua Komisi A DPRD Bandarlampung Benson Wertha angkat bicara. Sebelumnya pada Senin (10/6), pengamat hukum dari Universitas Lampung F.X. Sumarja, M.H. juga mengkritik kebijakan PT KAI yang bersikukuh mengusir ratusan pensiunan perusahaan pelat merah tersebut dari rumah dinas PT KAI yang ada di Jl. Teuku Umar, Tanjungkarang Pusat, Bandarlampung, tanpa kompensasi apa pun.
Kala itu, Sumarja berharap PT KAI tidak hanya mementingkan profit. Meskipun memang, perusahaan tersebut berhak menertibkan asetnya. Namun, penertiban harus dilakukan dengan cara yang lebih manusiawi dan tidak arogan.
Sementara, Benson Wertha kemarin mengatakan bahwa dengan kebijakannya itu, PT KAI sama saja tidak memahami isi sila kedua Pancasila. Yakni kemanusiaan yang adil dan beradab.
’’PT KAI seharusnya pahami isi Pancasila itu. Karena ini sifatnya tidak manusiawi, mengusir warga demi keuntungan perusahaan. Sedangkan warga itu juga adalah pensiunan PT KAI yang pernah mengabdi di perusahaan tersebut selama puluhan tahun. Seharusnya, kalau warga tak dapat mengambil alih rumah itu, ada kompensasi yang diberikan kepada mereka,” tandasnya.
Menurut dia, jika kebijakan PT KAI Subdivre III.2 Tanjungkarang itu terealisasi, maka pihaknya mengkhawatirkan berdampak pada penggusuran. ’’Kami juga khawatir subdivre yang lain nantinya melakukan hal yang sama. Jadi, kami akan kirimkan surat ke PT KAI pusat di Bandung, Jawa Barat, terkait permasalahan ini,” janjinya.
Sementara, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung Wahrul Fauzi Silalahi menyatakan bahwa lembaganya siap membela warga ketika nantinya PT KAI menempuh jalur hukum.
Kendati demikian, pihaknya berharap polemik pengosongan rumah dinas tersebut dapat diselesaikan dengan baik melalui jalan musyawarah. ’’Kami berharap PT KAI membuka ruang untuk masyarakat dalam menyelesaikan polemik tersebut. Sehingga PT KAI maupun warga tak ada yang dirugikan,” kata dia.
    Diketahui, PT KAI Subdivre III.2 Tanjungkarang bergeming. Perusahaan pelat merah itu bersikukuh dengan kebijakannya. Yakni meminta ratusan warga yang merupakan pensiunan perusahaan itu keluar dari rumah dinas yang berlokasi di Jl. Teuku Umar.
Bahkan, saran dari kalangan dewan dan akademisi agar PT KAI Subdivre III.2 Tanjungkarang menggelar musyawarah dengan warga enggan dilakukan perusahaan itu.
    Sebab, menurut Humas PT KAI Subdivre III.2 Tanjungkarang Asparen, pihaknya sudah melakukan mediasi dengan warga. Namun, warga tidak menunjukkan sikap baik dengan datang ke kantor PT KAI.
’’Malah, warga lapor ke dewan yang akhirnya kami dipanggil. Bahkan, kami juga sering datang ke rumah warga, namun pintu mereka terkunci,” aku dia, Selasa (11/6).
Menurut Asparen, pihaknya selama ini telah memberikan kompensasi berupa waktu kepada pensiunan PT KAI yang menempati rumah dinas tersebut. ’’Sejak Mei 2013 lalu, kami sudah minta kosongkan rumah itu. Namun sampai sekarang belum juga dikosongkan,” keluhnya.
    Apakah PT KAI akan memberikan kompensasi berupa uang kepada warga? Ditanya seperti itu, Asparen enggan menjanjikannya. ’’Itu dapat diatur, asalkan warga mengikuti aturan dengan mengosongkan rumah tersebut. Nah, mau bersikap manusiawi seperti apa lagi? Tenggang waktu sudah kami berikan,” tegasnya.
     Intinya, imbuh dia, warga harus memiliki kesadaran untuk mengosongkan rumah dinas tersebut. Sebab, rumah itu merupakan aset PT KAI. ’’Yang jelas, mereka (warga, Red) harus sadar karena itu aset PT KAI yang selama ini diinventariskan kepada pekerja PT KAI,” tandasnya. (vie/p1/c1/whk)

PT KAI Pertimbangkan Kompensasi


BANDARLAMPUNG – Banyaknya kritikan atas kebijakan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Subdivre III.2 Tanjungkarang akhirnya membuat perusahaan pelat merah itu luluh. Kemarin, PT KAI menggelar mediasi dengan warga yang diminta mengosongkan rumah dinas milik perusahaan tersebut di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung.
Mediasi yang berlangsung tertutup itu akhirnya meluluhkan PT KAI. Mereka menyepakati akan mempertimbangkan permintaan warga untuk memberikan kompensasi.
’’Permintaan warga soal kompensasi akan kami sampaikan ke manajemen PT KAI dan bakal dipertimbangkan,” ujar Humas PT KAI Subdivre III.2 Tanjungkarang Asparen kemarin.
Menurut Asparen, kendati belum mengetahui keputusan manajemen PT KAI, ia berharap dapat menyelesaikan persoalan pengosongan rumah dinas milik perusahaan yang terletak di  Jl. Teuku Umar, Tanjungkarang Pusat (TkP), tersebut.
Terpisah, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung Wahrul Fauzi Silalahi membenarkan pihaknya bersama warga telah bertemu PT KAI  di Kejati Lampung.
’’Dokter Iskandar (salah satu warga, Red) mewakili warga untuk meminta kompensasi ganti rugi perawatan rumah selama puluhan tahun. Karenanya, pihak PT KAI akan menyampaikan ke manajemennya,” ujar dia kemarin.
Namun, imbuh Wahrul, warga belum menyebutkan besaran kompensasi. Karena itu, pihaknya berharap PT KAI dapat mempertimbangkan besaran kompensasi yang sesuai untuk warga.
’’Selama ini, PT KAI tidak pernah memberikan perawatan rumah tersebut. Kita tunggu sampai ada keputusan PT KAI untuk mengambil kebijakan yang arif,” tandasnya.
Diketahui, polemik pengosongan rumah dinas PT KAI di Jl. Teuku Umar menuai kritikan dari berbagai kalangan. Di antaranya dewan dan akademisi.
Pengamat hukum dari Universitas Lampung F.X. Sumarja, M.H. mengkritik kebijakan PT KAI yang bersikukuh mengusir ratusan pensiunan perusahaan pelat merah tersebut dari rumah dinas PT KAI tanpa kompensasi apa pun.
Kala itu, Sumarja berharap PT KAI tidak hanya mementingkan profit. Meskipun memang, perusahaan tersebut berhak menertibkan asetnya. Namun, penertiban harus dilakukan dengan cara yang lebih manusiawi dan tidak arogan.
Sementara Wakil Ketua Komisi A DPRD Bandarlampung Benson Wertha mengatakan, dengan kebijakannya itu, PT KAI sama saja tidak memahami isi sila kedua Pancasila. Yakni kemanusiaan yang adil dan beradab.
’’PT KAI seharusnya pahami isi Pancasila itu. Karena ini sifatnya tidak manusiawi, mengusir warga demi keuntungan perusahaan. Sedangkan warga itu juga adalah pensiunan PT KAI yang pernah mengabdi di perusahaan tersebut selama puluhan tahun. Seharusnya, kalau warga tak dapat mengambil alih rumah itu, ada kompensasi yang diberikan kepada mereka,” tandasnya. (vie/p4/c1/whk)

PT KAI Harus Proporsional!

BANDARLAMPUNG – Angin segar yang disampaikan manajemen PT Kereta Api Indonesia (KAI) Subdivre III.2 Tanjungkarang untuk memberikan kompensasi kepada warga direspons Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung. Direktur LBH Bandarlampung Wahrul Fauzi Silalahi berharap kepada PT KAI untuk proporsional dan berkeadilan dalam menetapkan besaran kompensasi sehingga tidak ada masalah yang berkepanjangan dengan warga yang menempati rumah dinas perusahaan pelat merah tersebut.
    ’’Tetapi, kami tidak mau terlalu intervensi berkaitan dengan kompensasi. Sebab, itu kewenangan mutlak dari warga dan PT KAI. Yang pasti, apa yang diinginkan warga soal kompensasi itu sangat rasional. Hanya, bagaimana pihak PT KAI-nya,” ujar dia kemarin.
Dalam hal ini, sambung Silalahi, pihaknya mendorong PT KAI agar lebih memanusiakan dan menghormati hak dasar pensiunan perusahaan yang berada di Jl. Teuku Umar tersebut.
’’Jelas secara Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Hak Ekonomi Sosial Budaya, yang isinya penggusuran boleh dilakukan, hanya jika ada solusi bagi masing-masing pihak. Nah, ini masih dalam proses. Kita sangat menghargai itu,” katanya.
Sementara, ratusan warga yang menempati rumah dinas PT KAI Subdivre III.2 Tanjungkarang bakal kecewa. Sebab, PT KAI memutuskan hanya akan memberikan kompensasi Rp10 juta kepada warga yang merupakan pensiunan perusahaan tersebut.
Asisten Manajer Humas PT KAI Subdivre III.2 Tanjungkarang Asparen membenarkan informasi tersebut. ’’Tetapi, itu bukan keputusan akhir. Karena keputusan akhirnya akan kami ungkapkan sesuai hasil kesepakatan PT KAI dengan warga saat mediasi kedua pekan depan,” ujarnya kemarin.
Sementara Adrian, salah satu warga yang menempati rumah dinas PT KAI di Jl. Teuku Umar, Tanjungkarang Pusat, meminta kompensasi yang logis. Yakni berupa rumah untuk tempat tinggal. Sebab, tidak semua warga yang menempati rumah dinas itu memiliki rumah.
’’Namun, kami juga mengerti tak mungkin PT KAI memberikan rumah kepada ratusan warga. Jadi, menurut kami, kompensasi yang logis adalah dengan pemberian uang sekitar Rp100 juta-Rp200 juta,” sebutnya kemarin.
Dia menegaskan, jika PT KAI hanya memberikan kompensasi puluhan juta cuma untuk ongkos pindah, hal itu sangat tidak manusiawi.     ’’Karena tak semua warga memiliki rumah. Di mana rasa manusiawi mereka (PT KAI, Red). Warga di Jl. Teuku Umar ini pensiunan PT KAI,” tandasnya. (vie/p4/c1/whk)

Kamis, 13 Juni 2013

LBH-PKL Menggelar Diskusi

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung bersama Himpunan Pedagang Kaki Lima-Bambu Kuning menggelar diskusi terkait  terkatung-katugnya keberadaan PKL Bambu Kuning.

Diskusi digelar di halaman Sekretariat LBH Bandar Lampung, Rabu (12/6/2013) siang.

Diskusi  bertema "Menagih Janji Negara terhadap Jaminan Hak Atas Pekerjaan Pedagang Kaki Lima (PKL) Terkait Program Pusat Inkubator Usaha Kecil di prov Lampung".

Pantauan tribun, hingga sat ini para pedagang sudah nampak memenuhi halaman kantor LBH, namun acara belum dimulai, karena sejumlah pembicara di antaranya anggota DPRD Kota Benson Wertha, Rahmat Mirzani Djausal ST MM (DPP Hipmi), belum terlihat.

Editor : taryono
Akses lampung.tribunnews.com lewat perangkat mobile anda melalui alamat lampung.tribunnews.com/m

Selasa, 04 Juni 2013

UPAYA PAKSA PENGOSONGAN RUMAH DINAS OLEH PT. KAI (PERSERO)





Oleh :
LBH Bandar Lampung
Chandra Muliawan


“....... Negara Republik Indonesia yang berkaudalatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Sekiranya, petikan diatas sebagaiamana yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat dapat mengilhami kita semua dalam melihat sesuatu perihal yang bersangkutpaut dengan penyelenggaraan Negara, khususnya dalam beberapa kegiatan yang bersentuhan langsung dengan rakyat.

Permasalahan dalam hal penempatan rumah dinas saat ini menjadi perjuangan panjang oleh beberapa golongan/rakyat. Perlawanan terhadap Pelanggaran hak-hak dasar serta hak konstitusional ini semakin masiv karena melibatkan beberapa kekuatan Pemerintah lintas sektoral. Hingga saat ini Negara masih mengabaikan, bahwa Hak atas Perumahan merupakan salah satu hak dimana Negara Merupakan Pemegang Tanggung Jawab atas pemenuhannya dan dinyatakan secara eksplisit pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menyatakan , “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Selanjutnya, dalam Pasal 40 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, menyatakan bahwa : “Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak”. Pasal 5 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, “Setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/atau menikmati dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur.” Pasal 11 ayat (1) UU No. 11 tahun 2005, “Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak baginya dan keluarganya, termasuk pangan, sandang dan perumahan, dan atas perbaikan kondisi hidup terus menerus”.

Realitasnya, pada tingkat implementasi, pengalihan hak dan penjualan rumah negara kepada penghuni maupun pihak lain sudah terjadi sebelumnya. Diskriminasi perlakuan negara dalam hal ini terhadap warga yang berhak lainnya bertentangan dengan azas Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang diamanatkan oleh sumber peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Pancasila dan UUD 1945.

Tentunya hal ini menjadi kontradiktif manakala kita melihat secara jernih dalam beberapa kasus pelanggaran tindakan untuk pengosongan rumah Dinas, salah satunya oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) Sub Divre 3.2 Tanjungkarang. Dimana pihak PT. KAI akan melakukan pengosongan terhadap beberapa rumah dinas yang berada di dikawasan Jalan Dipo, Hanoman, Pasirgintung,  Gunungsari, dan Kampung Tempel Bandar Lampung. Peraturan perundang-undangan yang berlaku juga mewajibkan Pemerintah melakukan perbaikan dan optimilisasi kekayaan negara berdasarkan pada prinsip-prinsip fungsional, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas dan kepastian nilai sehingga dapat mewujudkan pengelolaan aset negara yang profesional dan efisien sebagaimana diamanatkan pada UU No. 17 tahun 2003 dan UU No. 1 tahun 2004, beserta peraturan-peraturan dibawahnya, seperti PP No. 6 tahun 2006 yang telah diubah dengan PP No.38 tahun 2008, yang telah juga dilengkapi dengan peraturan-peraturan teknis.

PT. Kereta Api Indonesia (Persero) merupakan Perusahaan milik negara yang masuk dalam lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sehingga yang menjadi aset PT. KAI merupakan bagian dari keuangan Negara. Sehingga apa yang menjadi dasar dari suatu Pendaftaran, Pengelolaan, Pengalihan, Penghapusan segala aset berupa tanah maupun bangunan yang berdiri diatasnya dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan memperhatikan asas kepatutan, pemerintahan yang baik, transparansi, akuntabilitas serta asas-asas lain yang berkaitan erat dengan penyelenggaraan Pemerintahan maupun Perusahaan yang baik.

PT. KAI (Persero) telah melakukan tindakan yang sewenang-wenang, dengan berbagai upaya yang oleh mereka dialaskan pada penertiban aset, yang kemudian hanya dijadikan alasan untuk mengusir paksa, intimidasi dengan cara melawan hukum. Belum lama ini, tepatnya di akhir Tahun 2012,  BPN Kota Bandar Lampung mengeluarkan sertipikat atas permohonan HGB oleh PT. KAI (Persero). Berkaitan dengan hal itu, kami telah mempertanyakan dan memasukan hal keberatan atas terbitnya sertipikat tersebut dengan beberapa point keberatan, antara lain :

o   Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dimulai dengan pengumpulan dan pengolahan data fisik. Dimana data fisik merupakan keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan diatasnya. Berdasarkan aturan ini, seharusnya kami mengetahui akan adanya kegiatan tersebut. Dalam hal ini, Pihak BPN Kota Bandar Lampung sudah melanggar asas aman, mutakhir, kepatutan dan kehati-hatian dalam melaksanakan kegiatan pendaftaran tanah. Kami sebagai penghuni sah dari bangunan-bangunan yang berdiri diatas tanah tersebut tidak pernah dilibatkan maupun mengetahui serta merasakan adanya kegiatan mengenai pengumpulan data fisik.

o   Pasal 23 huruf a angka (1) Penetapan hak atas tanah baru harus dibuktikan dengan penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa dalam petikan sertipikat HGB No. 101 yang menjadi dasar pendaftaran hanyalah Daftar isian 202 dan Surat Kakantah BPN Kota Bandar Lampung No. 106/HGB/BPN.08.01/2012. Seharusnya, PT. KAI (Persero) sebagai Perusahaan BUMN memiliki data yang menunjukan hak atas pengelolaan aset yang terdaftar di Kementerian Keuangan dan/atau Kementerian BUMN sebagai Kuasa Pengguna Aset (Keuangan Negara). Hal ini menunjukan bahwa terdapat kekeliruan dan tidak terpenuhinya syarat dalam hal pendaftaran mengenai pembuktian hak baru.

o   Berdasarkan hasil penelusuran mengenai terbitnya sertipikat HGB yang dimaksud, kami tidak pernah melihat, mendengar secara langsung penyiaran pengumuman mengenai hasil pengukuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) yang kemudian diwajibkan dalam Pasal 26 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 untuk diumumkan selama 60 hari untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan.

o   Berdasarkan petikan dalam sertipikat, terdapat kejanggalan dari waktu terbitnya sertipikat HGB No. 101. Dimana Surat Ukur dikeluarkan pada tanggal 10-12-2012 yang kemudian dilakukan penerbitan sertipikat pada keesok harinya pada tanggal 11 Desember 2012. Mengacu pada ketentuan Pasal 26 ayat (1), seharusnya ada rentang waktu 60 hari dari pengukuran dan pemetaan bidang tanah. Rentang waktu tersebut berkaitan dengan pengumuman mengenai hasil pengukuran, yang oleh pasal 26 ayat (3) pengumuman dilakukan melalui media masa.

o   Rumah Negara sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 1 Perpres No. 11 Tahun 2008, Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau Pegawai Negeri. Selanjutnya, Berdasarkan ketentuan Pasal 13 PP No. 40 Tahun 1994 menyatakan bahwa : “ Setiap Rumah Negara wajib didaftarkan oleh pimpinan instansi yang bersangkutan kepada Menteri Pekerjaan Umum. Tujuannya adalah demi terwujudnya tertib administrasi kekayaan Negara berupa rumah dan bangunan gedung antara lain untuk mengetahui secara tepat dan rinci jumlah aset negara yang berupa bangunan dan rumah negara dan terutama untuk mengetahui besarnya pemasukan keuangan kepada negara dari hasil sewa, penjualan dan penghapusan gedung dan rumah negara. Dengan diterbitkannya sertipikat HGB ini, kami berpendapat bahwa Direksi/Pimpinan PT. KAI (Persero) telah lalai dalam mengelola dan mengelola asetnya serta telah menempatkannya pada posisi yang salah. HGB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1950 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Bangunan tersbut sejak Tahun 1965 setidak-tidaknya lebih dari 25 Tahun dihuni oleh kami secara sah, dengan demikian kami mempertanyakan mengenai alas hak PT. KAI (Persero) dalam hal memungut uang sewa Rumah sebelum terbitnya sertipikat HGB yang dimaksud.

o   Dengan terbitkan sertipikat HGB tersebut, maka membuka peluang terhadap tindakan untuk menjadikan objek tersebut sebagai jaminan hutang dengan pembebanan hak tanggungan sebagaimana termaksud dalam Pasal 33 ayat (1) PP No. 40 Tahun 1996. Tidak hanya demikian, selanjutnya Pasal 34 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa pemegang sertipikat HGB dapat mengalihkannya kepada pihak lain dengan cara : jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal, hibah.

o   Tentunya apa yang menjadi keberatan kami pada poin 9, bertentangan dengan pasal 24 ayat (1) PP No. 40 Tahun 1994, serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2008 yang menyatakan bahwa kewenangan untuk melakukan pengalihan hak atas  kekayaan negara (aset perusahaan PT. KAI) ada pada kementerian Pekerjaan Umum.

Dengan demikian, kami menghimbau kepada para pihak terkait, penghuni rumah dinas PT. KAI, aparatur penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, dll) untuk dapat melihat persoalan ini denga jernih. Khusus kepada Aparatur Penegak Hukum Kami sebagai warga sipil, dengan ini sekaligus meminta perlindungan fisik maupun hukum dari kegiatan-kegiatan intimidasi yang kemungkinan akan terjadi dikemudian hari.

------------------------------------------------------------------------------------------- Bandar Lampung, 3 Juni 2013

Senin, 03 Juni 2013

Forsikapi Bersama Elemen Mahasiswa Dan Rakyat



F O R S I K A P I : Forum Komunikasi Keluarga Pensiunan Kereta  Api

UNDANGAN TERBUKA DEKLARASI DAN PERESMIAN
POSKO PERJUANGAN RAKYAT TOLAK PENGGUSURAN

Kepada seluruh Warga, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda, Organisasi dan Elemen Masyarakat Pro-kerakyatan
Datang dan Hadiri Deklarasi dan Peresmian  POSKO PERJUANGAN RAKYAT TOLAK PENGGUSURAN Pada :
Hari/Tgl        : Rabu,13  Februari 2013
Waktu            : Pkl.  14.00 WIB s/d Selesai
Tempat          : JL. Teuku Umar No. 32 Kp. Sawah, Tj. Karang Timur Bandar Lampung (Depan Kantor PT. KAI)
Acara                         : Deklarasi/Peresmian POSKO dan URUN REMBUG Antar Warga.

Salam Perjuangan……..Salam Demokrasi………..Hidup Rakyat……………..
Kita seolah-olah merayakan demokrasi,
tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.


TOLAK PENGUSURAN,
DESAK PELEPASAN HAK ATAS TANAH DAN PERUMAHAN YANG di KLAIM PTKAI,
 STOP KRIMINALISASI TERHADAP PARA PENSIUN PERUMKA/PT.KAI

Hak atas perumahan yaitu hak seseorang untuk mendapatkan rumah/tempat tinggal dan hidup di suatu tempat dengan aman, damai dan bermartabat Hak atas perumahan merupakan hak yang utama dalam pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya. Hal tersebut dikarenakan didalam hak atas perumahan tersebut juga menyangkut hak-hak lainnya, seperti hak untuk hidup, hak untuk hidup tentram, aman, damai, bahagia dan sejahtera, hak atas lingkungan hidup yang baik, hak atas identitas yang berkaitan dengan hak atas pelayanan kesehatan dan juga hak atas jaminan sosial serta hak-hak lainnya. Jika hak atas perumahan dilanggar, maka ada banyak hak lain juga yang terancam dilanggar. Hak atas perumahan merupakan tanggung jawab negara untuk pemenuhannya, Tanggung jawab tersebut tegas diatur dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, Pasal 40 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, Pasal 5 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, dan Pasal 11 ayat (1) UU No. 11 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya.

      Lembaran sejarah Nusantara selalu diisi dengan persoalan Konflik tanah. Persoalan tanah yang selalu mengorbankan rakyat. Perlawanan-perlawanan yang dilakukan rakyat selalu berhadapan dengan kekuatan fisik dan hukum formal. Reforma agraria yang pada intinya redistribusi dan pemilikan tanah (land reform), telah diabaikan sejak orde baru hingga sekarang. Sehingga terjadi kesenjangan atau ketimpangan yang tinggi dalam penguasaan aset produksi (tanah).
     
Seperti yang kita lihat saat ini lebih kurang 2500 Kepala Keluarga/KK yang bermukim di wilayah Perusahaan Kereta api seputar Dipo, Hanoman dan Pasir Gintung,gunung sari dan kampung tempel  merasakan keresahan karena tidak adanya kepastian Hukum Atas hak atas Tanah yang sejak sekitar 40 tahunan bermukim yang semuaya tidak Gratis, bahkan saat ini telah berkembang akan menjadikan pemukiman warga sebagai areal bisnis khusunya yang ada di sepanjang jalan Teuku Umar dengan dalih Rumah Dinas sebagai Aset PTKAI merek mengeluarkan kebijakan yang tidak mungkin terpenuhi oleh warga tentang sewa menyewa lahan mulai dari 5 Jt sampai 100 jt setiap rumah, belum lagi pajak rutin tahunan yang dikeluarkan oleh  warga melalui pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan/PBB, Listrik PLN, dan terdaftar sebagai WNI dengan adanya kepemilikan KTP, semua kewajiban tersebut dilakukan bukan saat ini namun sejak tahun 1970-an hingga saat ini. Yang menjadi pertanyaan di kepala kita saat ini sejauh mana tanggung jawab PERUMKA/PT.KAI atas semua Klaim mereka terhadap Aset perumahan dan Tanah?  Ketika  PTKAI menglaim tanah dan perumahan maka kami warga masyarakat yang telah lama menduduki tanah secara turun temurun juga mengkalim bahwa tanah dan perumahan milik kami, artinya telah terjadi sengketa atas tanah dan Perumahan antara Warga masyarakat dan PTKAI yang keduanya memiliki hak sama di mata Hukum…
     
      Kini saatnya warga masyarakat menuntut HAK dan keadilan kepada Negara atas apa yang selama ini menjadi kegelisahan kita atas status Tanah. FORSIKAPI yang didukung oleh ememen mahasisiwa dan Rakyat mengajak warga masyarat bersatu padu,  Sebagai bukti dan keseriusan kita dalam memperjuangan HAK dan Keadilan mari bangun persatuan dan solidaritas antar sesama yang diwujudkan dalam Rapat bersama/Urun Rembuk di POSKO PERJUANGAN RAKYAT TOLAK PENGGUSURAN yang merupakan simbol pemersatu.                     

FORSIKAPI BERSAMA ELEMEN MAHASISWA dan RAKYAT  :
Himpunan Mahasiswa Islam/HMI, Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi/LMND, Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah/IMM, Ikatan Remaja Muhamadiyah/IRM, Badan Eksekutif Mahasiswa/BEM FISIP UNILA,  Badan Eksekutif Mahasiswa/BEM HUKUM UNILA, Badan Eksekutif Mahasiswa/BEM HMJ Ilmu Pemerintahan UNILA, Dewan Pemuda Lampung/DPL,  Dewan Rakyat Lampung/DRL. Gabungan Petani Lampung/GPL, Syarekat Hijau Indonesia/SHI,  Wahana Lingkungan Hidup Indonesia/WALHI, WANACALA, Gerakan Reformasi Lampung/GASILA, Lembaga Kajian Masyarakat/LKM, Lembaga Bantuan Hukum/ LBH B.Lampung,

TANAH UNTUK RAKYAT, RAKYAT BERSATU TAKKAN TERKALAHKAN

Mimbar Rakyat “Tolak Pengosongan Rumah Pensiunan dan segala Bentuk Kesewenang-wenangan terhadap Pensiunan Kereta Api ”



Nomor   : 011/FORSIKAPI/II/2013              
Lamp      : -
Hal         : Undangan dan Pemberitahuan


Kepada Yth
Kawan kawan Seperjuangan....!

Di tempat

Salam Juang....!!!

Dengan hormat,
Dengan dilayangkanya surat pengosongan oleh PTKAI dengan No Surat :JB.306/V/129/SDR III.2-2013 yang ditujukan kepada Bapak Iskandar Selaku Pensiunan PT.KAI. Dengan ini Kami yang tergabung dalam FORSIKAPI (Forum Silaturahmi Keluarga Pensiunan Kereta Api) Menolak pengosongan dan segala bentuk kesewenang-wenangan yang akan dilakukan tanpa mempertimbangkan sisi-sisi kemanusian dan hukum. Maka dari itu kami mengharapkan kehadiran kawan- dalam Pelaksanaan pengosongan tersebut sebagai wujud pencarian keadilan melalui win-win solusi  bagi kami para pensiunan Kereta Api yang akan dilaksanakan pada :

                     Hari/tanggal         :  Rabu / 5 Juni 2013
                     Waktu                 :  08.00 WIB s/d Selesai
                     Tempat               :  Jl. Teuku Umar No. 32
                                                  (Depan Kantor PT. KAI Sub. Divre II T. Karang)
                     Acara                  : Mimbar Rakyat Tolak Pengosongan Rumah Pensiunan dan  segala Bentuk Kesewenang-wenangan terhadap Pensiunan Kereta Api

Demikian surat undangan dan pemberitahunan ini kami buat, atas perhatian yang telah diberikan kami ucapkan terima kasih.

Hidup Rakyat...!
Rakyat Bersatu Tak Terkalahkan

Bandar Lampung, 4 Juni 2013
Hormat Kami,
FORSIKAPI


Deny