KRONOLOGIS PERMASALAHAN
RUMAH / TANAH NEGARA PT.KAI
Di Provinsi Lampung
Dari sejak jaman Belanda tepatnya pada tahun 1964, perusahaan
kereta api yang saat itu bernama SS, sudah menyediakan tempat tinggal untuk
para pegawai kereta api, Adapun rumah tersebut dibagi menjadi 3 golongan,
yaitu;Rumah golongan A : diperuntukan untuk para pejabat SS, Rumah golongan B :
diperuntukan untuk para pegawai karena kaitannya dengan tugas kerjanya (
biasanya pegawai operasional : kondektur, masinis, penjaga sinyal, penjaga
portal, porter, Rumah golongan C : diperuntukan untuk pegawai staff kantor SS
Pada saat itu sewa rumah dinas ( yang nota bene merupakan
bangunan dari jaman peninggalan belanda ) dibebankan kepada pegawai yang
menempati rumah dinas tersebut. Dan besaran sewa rumah dinas pada waktu itu
disesuaikan dengan besaran gaji yang diterima oleh masing – masing pegawai,
jumlahnya pun masih dalam jumlah yang amat wajar. Kepada masing – masing
pegawai yang menghuni rumah dinas tersebut diterbitkan surat penunjukan rumah (
SPR ) oleh pihak kereta api ( SS ). Selama menempati rumah dinas tsb, seluruh
warga tidak ada yang disubsidi oleh kereta api, baik untuk pembayaran pajak
bumi dan bangunan, listrik, dan perawatan / pembangunan rumah tsb.
Setelah beberapa waktu, SS berganti nama menjadi DKA. Aturan
sewa dan jumlahnya masih dalam angka wajar, disesuaikan kepada gaji masing –
masing pegawai. Begitu pula dengan biaya yang ditimbulkan rumah dinas tsb (
PBB, listrik, perawatan / renovasi ) sepenuhnya ditanggung oleh pegawai yang
menempati rumah tsb. Setelah DKA, perusahaan kereta api berganti nama menjadi
PNKA. Pada masa itu pun segala aturan tentang rumah dinas pegawai belum ada
perubahan.
Begitu pula setelah PNKA berganti nama menjadi PJKA dan
berubah lagi menjadi PERUMKA, semua aturan tentang sewa rumah dinas belum ada
perubahan.
Masalah kami ( para pensiunan pjka, janda , ahli waris ) mulai
kami rasakan setelah PERUMKA berganti nama menjadi PT. KAI , tepatnya semenjak
Direksi PT. KAI mengeluarkan surat keputusan Direksi No.
Kep.U/LL/003/V/I/KA-2009 pada tanggal 4 Mei 2009. Pada saat itulah mulai muncul
surat kontrak baru dan perhitungan kontrak baru yang perhitungannya mulai
sangat terasa memberatkan kami, keluarga pensiunan PJKA.
Tindakan – tindakan yang membuat kami tidak nyaman secara
physicologis adalah mulai adanya intimidasi dari pihak PT.KAI dalam b erbagai bentuk :
1. Penghuni didesak oleh pihak PT.KAI
untuk menandatangani surat kontrak baru yang sangat memberatkan warga, dimana
kami penghuni dibebankan tarif sewa yang jumlahnya sangat tidak wajar yaitu
bervariasi puluhan juta bahkan ratusan juta rupiah pertahun nya, poin-poin
perjanjian surat kontrak ditetapkan secara sepihak oleh pihak PT.KAI
2. Pemasangan Plakat di rumah – rumah
dinas warga , sebagai claim bahwa rumah dan tanah yang kami tinggali selama ini
merupakan asset milik PT.KAI.
3. Beberapa warga juga diintimidasi oleh
pihak PT.KAI dengan mendatangi warga dengan jumlah 5 – 8 orang pegawai dan
sempat melibatkan oknum dari kepolisian, dalam rangka mengedarkan surat tagihan
kontrak baru, dan memerintahkan untuk menandatangani surat kontrak tersebut.
4. Ada warga juga sempat mendapat
intimidasi secara verbal dari oknum PT.KAI pada saat mengedarkan tagihan
kontrak rumah dinas, dengan ucapan akan menghabisi rumah dinas yang sekarang
dihuni para pensiunan dan keluargannya.
Akibat intimidasi oleh oknum PT.KAI
tersebut beberapa warga kami yaitu para janda pensiunan PJKA atau ahli warisnya
secara terpaksa telah menandatangani surat kontrak,hal ini ini dikarenakan
secara moril/mental mereka drop oleh intimidasi verbal oknum tersebut yang
mengancam akan mengusir secara paksa jika warga tidak bersedia menandatangani
surat kontrak tersebut.
5. Ada warga kami yang hendak mengurus
Surat Angkutan Percuma ( SAP ) , yang merupakan fasilitas dari perusahaan
kereta api kepada para pegawai, pensiunan dan anak –anak yang masih memenuhi
syarat tertentu, ditolak oleh PT.KAI yang nota bene tempat pengurusan SAP
tersebut merupakan kantor divisi komersial yang mengurusi tentang kontrak rumah
dinas. Adapun alasan yang dilontarkan pihak PT.KAI yaitu : belum menyelesaikan
pembayaran kontrak rumah dinas ( yang harga sewanya mencapai 104juta rupiah
lebih pertahun ).
6. Warga kami sudah mulai di intimidasi
dengan munculnya surat perintah pengosongan dari pihak PT.KAI, dan sempat
mendatangi warga untuk melakukan pengukuran tanah dengan membawa seseorang yang
mengaku dari petugas BPN.
Hal – hal lain yang membuat kami ingin memperjuangkan hak
kami adalah :
1. Kami sudah menempati rumah dinas
tersebut sudah 20 – 40 tahun, bahkan lebih.
2. Di sekitar lokasi rumah kami, ada
yang bisa dinaikan status tanahnya menjadi sertifikat hak milik, padahal bukan
merupakan pegawai , pensiunan, atau keluarga PT.KAI.
3. Setelah mengetahui UU Negara ( UU
agararia ) yang mengatur tentang rumah / tanah Negara, kami menyadari bahwa
kami memiliki hak untuk mengajukan sertifikat hak milik atas rumah dan tanah
yang kami tempati selama ini. Karena di sana diatur tentang tata cara
pengalihan status tanah Negara sampai dengan tata cara pembayarannya.
4. Diseluruh Bandar Lampung ada kurang
lebih sekitar 150 – 200 keluarga pensiunan yang menempati rumah dinas.
Dengan dasar – dasar tersebut , Kami mengawal serta
menyuarakan kegelisahan kami para pensiunan yang pernah mengabdikan diri pada
Negara ini.